Tuesday, October 17, 2017

Gumuk Pasir: Sensasi Sand-Boarding ft Sunset

Weekend ini kemana nih? Kadang mager juga nggak sih kalau mau jalan-jalan tapi agak jauh. Kalau main ke Jogja, enaknya main kemana? Pertanyaan yang wajib ditanyain mah ini. Jujur, hampir setiap weekend saya menyempatkan untuk main. Entah main kemana yang jauh, yang deket, di gunung, atau di pantai. Yang penting mah main, nggak di kosan. Contohnya aja pantai yang terbilang cukup dekat dari Jogja, ya Pantai Parangtritis atau Pantai Parangkusumo yang ada di Bantul. Kalau main ke pantainya doang tapi nggak nyobain gumuk pasirnya, keknya ada yang kurang deh.

Sebelumnya sih pernah main ke gumuk pasir, tapi cuman buat foto-foto doang waktu itu. Mungkin di bulan Desember tahun 2013, cuman nemenin adik karena pas di Jogja. Tiga setengah tahun berselang, akhirnya main lagi ke gumuk pasir tapi nyoba sensasi yang baru nih. Main sand boarding! Yeay! Sebenernya sih main sand boarding sudah masuk ke dalam bucket-list sebelum meninggalkan Jogja, kalau udah wisuda. Untungnya bisa terpenuhi!

Baru sampai dan siap-siap meluncur

Sunday, October 8, 2017

Maradapan: Kami adalah Tamu Terjauh yang Berkunjung ke Sana!

Lanjut lagi dengan cerita perjalanan ENJ. Sesampainya di sana, mereka sangat menyambut kami dengan hangat dan ramah. Taukah kalian, ternyata kami adalah tamu terjauh yang pernah mengunjungi pulau ini. Waduh. Begitulah yang disampaikan perangkat desa di sana. Mungkin bupati belum pernah ke pulau ini, mungkin. Baiklah, mari mulai mengulas Pulau Maradapan, uhuy. 

Gimana sih rumah di sana?

Sebagaian besar rumah di sini, rumah panggung, jadi dibawahnya masih ada sela cukup banyak, terus ada tangganya untuk menuju rumah. Yang bikin agak serem menurutku adalah ternyata tiang-tiangnya dipasang gitu aja, bahkan ada yang ditaruh diatas batu gitu, kalau ada yang tingginya beda-beda tiangnya. Herannya juga, kok bisa tetep kokoh ya. Seperti yang udah saya sampaikan sebelumnya kalau Pulau Maradapan ini bentukannya bukit, jadi susah banget nyari daerah yang datar. Nah, untuk beberapa orang yang lebih berpunya, rumahnya udah kayak rumah pada umumnya yang disemen, dan bukan jenis rumah panggung. Termasuk rumah yang kami tinggali selama di Pulau Maradapan. Ada dua rumah yang menjadi tempat kami tinggal, satu rumah khusus yang perempuan dan satu rumah khusus untuk yang laki-laki.

Rumah panggung ada di kanan, yang kiri udah ada yang kayak rumah pada umumnya

Wednesday, October 4, 2017

Maradapan: Penuhi Tantangan Benteng Takeshi untuk Capai Daratan

Pernah nggak denger Pulau Maradapan? Atau sekarang katanya lebih dikenal secara administratifnya Pulau Kadapangan?

Melanjutkan cerita perjalanan ENJ yang telah saya tulis sebelumnya mengenai behind the scene’-nya. Oke, mungkin sebelumnya ada yang nanya, “kok bisa sih nemu tuh pulau?” Sebenarnya awalnya pun, kami mencetuskan lokasi dari tim ENJ UGM itu di Maradapan, karena berdasarkan jalur yang telah disediakan, nama pulau ini cukup mencuri perhatian. Enggak tau kalau perhatian dia ke kamu gimana ya..*plak*

Jalur yang disediakan sesuai dengan kapal-kapal yang memang disediakan dari pusat gitu, jadi kami tinggal memilih pulau mana yang dilalui kapal tersebut. Dikarenakan posisi kami di Jawa, jadi tidak begitu banyak pilihan yang bisa dipilih kalau ingin tetap berangkat dari salah satu pelabuhan yang ada di Jawa. Pilihan yang sangat memungkinkan adalah yang berangkat dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Terpilihlah jalur Kapal Sabuk Nusantara 57, yang ternyata menuju Kalimantan Selatan. Nah, lumayan kan bisa mampir provinsi lain di pulau lain ‘kan.

Ketika awal-awal memutuskan memilih Pulau Maradapan ini sih, jujur saja, kami agak gambling.  Coba aja deh searching di google. Bahkan, mesin pencari nomor satu di dunia ini, hanya memiliki sedikit sekali tautan mengenai pulau ini, yang lebih herannya lagi, di google maps, ada tulisan Pulau Maradapan tapi nggak ada pulaunya coba. Piye coba? Sepertinya memang kami perlu memperbaiki titik lokasi Pulau Maradapan. Setelah kami tau nama aslinya, ternyata di google maps mengenalnya sebagai Pulau Kadapangan.

Keywords yang sering muncul begitu mengetik “Maradapan” adalah Air Asia, jenasah, dan evakuasi. Ternyata ada beberapa jenasah korban Air Asia yang ditemukan di sekitaran pulau ini. Awalnya hanya mendapat informasi itu saja, ditambah informasi administratif lain, seperti luas pulau, jumlah KK, potensi alam, yang sebenarnya informasinya juga masih minim.

Monday, October 2, 2017

Behind the scene ENJ: Lari, Mundur, PHP

One word for this journey. Unexpected!

Setelah saya cukup lama disibukkan dengan tugas wajib sebagai mahasiswa tingkat akhir, skripsi, akhirnya saya bisa bernafas lega setidaknya untuk beberapa waktu ke depan. Di bulan yang sama di saat saya menyelesaikan skripsi, saya berkesempatan untuk menjadi bagian dari peserta Ekspedisi Nusantara Jaya. Program ekspedisi yang diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Seperti biasa pula kalau nggak jadi sekretaris, ya jadi bendahara. Setelah berdinamika sekitar dua bulan sebelum keberangkatan, ada-ada aja cerita yang lahir dari perjalanan ini.

Mundur berangkat sampai 2 kali (nyaris 3 kali)

Awalnya kami berencana berangkat 11 Agustus 2017 dari Jogja, namun dibatalkan karena ternyata jadwal kapalnya nggak ada sekitaran tanggal itu. Berencana mau berangkat tanggal 20an Agustus 2017 pun batal juga. Oh iya, padahal surat izin dari kampus ini udah keluar lho, akhirnya mundur juga. So, kami undur sesuai dengan jadwal yang ada katanya antara 1-2 September 2017. Baiklah. Saya bias bernafas lega untuk menyelesaikan revisi dan urusan akademik terlebih dahulu. Terus bisa hadir di wisuda teman-teman juga.

Datanglah hari H, 31 Agustus 2017, hampir saja sebagian dari kami ketinggalan kereta. Iya, ketinggalan. Awalnya pun aku hampir salah melihat jam keberangkatan, untung aja datangnya nggak mepet-mepet banget. Baru aja move ke kereta, bikin video bentar, masuk gerbong, nggak nyampe 2 menit, eh keretanya jalan. Kami hanya bisa menatap satu sama lain, tiket kereta dipegang sama yang di belakang, yang entah udah naik kereta atau belum. FYI, gerbong kami itu paling belakang banget! Aku kira itu keretanya bercandaan berangkat, eh beneran. Terus bergerak perlahan-lahan, sampai ngelewatin pintu masuk. OMG! Sumpah, itu pasrah sepasrah-pasrahnya kalau harus turun di Klaten dulu buat nunggu mereka. Ternyata, jeng..jeng..jeng..mereka ternyata udah naik ke kereta. I can’t imagine, how can they run to catch the rain with a lot of boxes behind?