One word for this journey. Unexpected!
Setelah
saya cukup lama disibukkan dengan tugas wajib sebagai mahasiswa tingkat akhir,
skripsi, akhirnya saya bisa bernafas lega setidaknya untuk beberapa waktu ke
depan. Di bulan yang sama di saat saya menyelesaikan skripsi, saya
berkesempatan untuk menjadi bagian dari peserta Ekspedisi Nusantara Jaya.
Program ekspedisi yang diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Seperti
biasa pula kalau nggak jadi sekretaris, ya jadi bendahara. Setelah berdinamika
sekitar dua bulan sebelum keberangkatan, ada-ada aja cerita yang lahir dari
perjalanan ini.
Mundur berangkat
sampai 2 kali (nyaris 3 kali)
Awalnya
kami berencana berangkat 11 Agustus 2017 dari Jogja, namun dibatalkan karena
ternyata jadwal kapalnya nggak ada sekitaran tanggal itu. Berencana mau
berangkat tanggal 20an Agustus 2017 pun batal juga. Oh iya, padahal surat izin
dari kampus ini udah keluar lho, akhirnya mundur juga. So, kami undur sesuai
dengan jadwal yang ada katanya antara 1-2 September 2017. Baiklah. Saya bias bernafas
lega untuk menyelesaikan revisi dan urusan akademik terlebih dahulu. Terus bisa
hadir di wisuda teman-teman juga.
Datanglah
hari H, 31 Agustus 2017, hampir saja sebagian dari kami ketinggalan kereta.
Iya, ketinggalan. Awalnya pun aku hampir salah melihat jam keberangkatan,
untung aja datangnya nggak mepet-mepet banget. Baru aja move ke kereta, bikin
video bentar, masuk gerbong, nggak nyampe 2 menit, eh keretanya jalan. Kami
hanya bisa menatap satu sama lain, tiket kereta dipegang sama yang di belakang,
yang entah udah naik kereta atau belum. FYI, gerbong kami itu paling belakang
banget! Aku kira itu keretanya bercandaan berangkat, eh beneran. Terus bergerak
perlahan-lahan, sampai ngelewatin pintu masuk. OMG! Sumpah, itu pasrah
sepasrah-pasrahnya kalau harus turun di Klaten dulu buat nunggu mereka. Ternyata,
jeng..jeng..jeng..mereka ternyata udah naik ke kereta. I can’t imagine, how can they run to catch the rain with a lot of boxes
behind?
Ternyata
petugas kereta api sampai bantuin buat angkut-angkut kardus-kardus yang kita
bawa, yang lain itu lari-lari ngejar kereta pula, naik dari gerbong 3 kalau
nggak salah. Miriplah kayak film 5 cm yang adegan hampir ketinggalan kereta
itu. Bedanya, ini jumlahnya 8 orang rasanya. Terus katanya mereka yang telat
itu, barangnya asal dilempar gitu aja yang penting masuk kereta dulu. Sayang
sekali nggak ada videonya sebagai barang bukti haha. At least, semuanya sudah
masuk kereta deh. Akhirnya kami cerita-cerita gimana perasaan yang sudah di
dalam kereta tapi kereta udah jalan, terus perasaan mereka yang masih diluar
dengan barang seabrek yang harus ngejar kereta.
Setelah
melewati perjalanan selama 6 jam, sampailah kami di Surabaya Gubeng. Welcome to (gembel life) Surabaya! Kami
harus melawan puluhan nyamuk ganas yang mencari mangsa di dini hari. Ini
pertama kalinya saya diserbu sampai penggung tangan dan punggung kaki, yang
menurut saya bukan area yang wajar untuk menjadi sasaran nyamuk. Kami pun
sebagian besar terjaga menanti mentari muncul. Hari itu bertepatan dengan hari
raya Idul Adha, jadi yang merayakan menunaikan ibadahnya di masjid terdekat.
Sisanya menjaga barang-barang yang bertumpuk-tumpuk di dekat pintu masuk
stasiun.
Ada
tiga orang dari tim yang akan berangkat ke Pelni untuk memastikan jam berapa
kapal berangkat tanggal 2 September 2017. Berangkatlah mereka, sisanya masih
ngegelandang gitu aja. Ada yang makan, ada yang ngecash di dalam stasiun, ada
yang tidur. Beberapa jam berlalu, kembalilah mereka dari Pelni, mungkin sekitar
jam 12.30 siang. Begitu mendengar berita yang diberikan, rasanya kayak di
sinetron-sinetron gitu ada suara petir menggelegar, JDEER! Kapal yang
seharusnya kami tumpangi, Sabuk Nusantara 57, belum sampai Surabaya! Lebih
mengagetkan lagi, ketika saya tau tanggal keberangkatan berubah menjadi tanggal
8 September! Yeah, 8 September, yang artinya masih seminggu lagi. OMG. Semua
sudah nggak bisa berkata-kata lagi. Cuman ketawa-ketawa, nggak percaya kalau
ini semua terjadi. We can do nothing!
Yaiyalah, wong kapalnya aja belum sampai Surabaya. Padahal semua barang donasi
udah kami ambil. Mau balik? Semua pada mikir-mikir ulang, karena surat izin
udah diterima masing-masing fakultas. Kami pun memilih untuk berpencar sesuai
dengan destinasi masing-masing, hanya 4 orang yang kembali ke Jogja, untuk
kepentingan laporan ke UGM dan mengurus masalah tiket.
Lalu,
kemanakah saya? Saya juga memilih untuk nggak kembali ke Jogja, saya memilih
untuk pulang ke rumah. Ya, balik ke Bali. Tentunya nggak sendiri, bersama lima
orang lain yang mencetuskan ingin ke Bali. Okelah. Mungkin memang kesempatan
untuk bisa pulang ke rumah sebentar. Untuk cerita perjalanan di Bali, akan saya
share di postingan berikutnya ya. Hehee.
Skip ----a week later----
Akhirnya
kami kembali berkumpul di Surabaya, tepatnya di Graha Pelni, pada tanggal 7
September. Waktu saya berpikir, “Finally,
I have to go!” sayang bin sayangnya…itu salah besar. Lagi-lagi-lagi saya
harus mendengar berita kurang mengenakan. Tetapi ini lebih mending ketimbang
yang sebelumnya, kapal sudah sampai Surabaya hari itu, namun keberangkatan
bukan di tanggal 8 September. Terus tanggal berapa? Tanggal 10 September! Pakai
catatan pula: “kalau cuaca bersahabat”. JDEEEERRR! OMG. Mau sampai kapan kau
gantungkan hatiku…..
Ini
ter-php untuk ketiga kalinya. Rasanya waktu itu mau nyerah aja. Rasanya udah nggak
peduli lagi kalau emang harus batal. Ya..itu..belum ada jawaban pasti, dan kami
harus nge-gembel-meneh. Hadeh. Gini amat sih. Sudah nggak ada tempat lagi buat
mengungsi untuk 18 mahasiswa yang terluntang-lantung ini. Pihak Pelni
menawarkan untuk menempati gedung sebelah Graha Pelni yang…astaga banget.
Kayaknya tempatnya itu pas banget buat syuting uji nyali, macam dunia lain atau
uka-uka. Serem banget. Bahkan katanya emang ada penunggunya. Gedung itu udah
lama nggak dipakai, penuh dengan sejarah masa lampau, yang digunain untuk
markas radio jaman penjajahan dulu gitu. Intinya gedungnya itu bersejarahlah. “Kalau
mau pakai gedung sebelah boleh kok, cuman..ya gitu ada penunggunya,” kata salah satu karyawan.
Tuhan
mendengar doa kami, untungnya kami nggak jadi ngungsi ke gedung bersejarah itu,
kami tetap berangkat ke pelabuhan. Terus ngemper di pelabuhan? Nah, awalnya
saya juga nggak ngerti, saya kira sih ada mukjizat kapalnya jadinya berangkat
gitu. Eh ternyata kita sementara tinggal di kapal dulu, sampai kapal
benar-benar berangkat. Paling nggak ada tempat berteduh :’
Sabuk Nusantara 57 - bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak - |
Sabuk Nusantara 57 - tampak belakang - |
Sabuk Nusantara 57 - first time I saw him - all pic taken by: Reezky |
No comments:
Post a Comment